Kamis, 09 Agustus 2012

Merdeka dalam Kemiskinan

Hidup memang tak selamanya seperti apa yang kita inginkan. Tak selamanya semenarik film yang kita tonton. Tak selamanya seturut dengan keinginan kita. Begitulah kehidupan yang sedang dijalani Rama. Siswa SMA Harapan di Jakarta yang bertaraf Internasional. Ia menjalani hidupnya semuanya serba kekurangan, ia mendapat beasiswa sehingga ia dapat bersekolah. Bertahun-tahun belajar disekolah tanpa mengenal waktu, tanpa mengenal lelah. Hingga sampailah ia pada tahap puncak. Di tahap puncak ini ia akan menghadapi peperangan yang bila diibaratkan sama seperti peperangan pada saat penjajahan Indonesia. Peperangan yang Rama jalani ini memang bukanlah bergelut dengan senjata, namun meski begitu ia tetap mempunyai senjata ampuh yang telah ia tanam selama hampir 3 tahun duduk di bangku SMA. Ilmu, ilmu yang takkan mati di makan akhir zaman, harta yang akan dibawa sampai menutup mata telah ia persiapkan sebaik-baiknya.
            Suatu pagi ia akan pergi ke sekolah karena ini adalah hari pertama UN dilaksanakan. Selain ia pintar, ia juga satu-satunya pelajar yang bekerja dengan jujur. Ia selalu menanamkan filosofi “1tetes air mata, 1tetes keringat yang kita hasilkan demi berusaha itu semua akan diganti dengan hasil yang memuaskan, dan semua pasti indah pada waktunya.” Ia juga selalu mengingat ibu yang telah mengandungnya, menghidupinya sebatang kara semenjak ayahnya meninggal dunia saat ia duduk di kelas 1SD, semenjak saat itu ia bertekad bahwa hidupnya hanya dipersediakan untuk melukiskan seulas senyuman di wajah ibunya.
            Selesai hari pertama UN, ia pun membantu ibunya berjulan baju di pasar, ia bertanya kepada ibunya,”Ibu, katanya Indonesia telah merdeka, tapi mengapa orang kecil seperti kita tetap dianggap butiran debu dimata pemerintah?” Ibunya hanya sanggup berkata,”Secara teoritis kita sudah merdeka nak, namun secara de faktonya kita tetap saja terjajah dengan pemerintah kita sendiri.” Maka Rama menjawab,”Semoga saja sewaktu Rama masuk PTN gak ada yang namanya uang-uangan yang sama seperti KKN di Indonsia.”
             Tak terasa telah 4 hari telah berlalu UN saatnya bersiap-siap untuk ujian SMNPTN yang sangat diimpin-impikannya. Hanya demi mendapakan PTN yang ia inginkan, ia rela bergadang tiap hari hanya untuk belajar. Selalu yang dia khawatirkan hanya jika teman-temannya yang jauh dibawah masuk PTN, jika dia tak masuk maka itu sudah ada permainan tikus-tukus di SNMPTN tersebut.
             Tibalah saat SNMPTN dimulai, saat ujian pun ia tetap bekerja sendiri, tetap berjuang sendiri tanpa ada sogok-sogokan. Dia sangat berharap masuk untuk memberikan hadiah ulang tahun kepada ibunya. Harapan yang sangat ia idam-idamkan selama ia bersekolah.
             Saatnya pengumumman SNMPTN tiba, ternyata Rama lolos di FK suatu Universitas negeri di Jakarta. Ia mengahadiahkan kelolosannya itu sebagai hadiah ulang tahun ibunya. Ibunya sangat bahagia dan langsung berdoa untuk mengucapkan syukur. Tiba saat daftar ulang, dekan suatu Universitas negeri tersebut meminta uang pembangunan, uang sumbangan yang melampaui kemampuan ibu Rama, dia pun berusaha keras meminta surat keterangan keluarga miskin dari Lurah setempat, namun lurah tersebut meminta uang untuk mengurus surat tersebut dan biayanya diluar kemampuan keuangan Rama. Ia pun mulai berpikir mengapa orang miskin selalu ditindas? Mengapa sudah jatuh ditimpa tangga lagi? Ia ingin meminta bantuan ke pemerintah yang sedang menjabat, namun kenapa malah mereka yang menindas rakyat, jika pemerintah yang seharusnya tempat mengaduh malah meruntuhkan semuanya, maka harus kemanakah rakyat mengaduh?
             Tibalah saat daftar ulang Rama pun kembali ke Universitasnya dan menghadap ke dekan, namun dekan itu malah mangatakan,”Jika ingin kuliah harus bisa membiayai semua yang dituntut oleh Universitas ini, jika tak mampu maka mengundurkan diri sajalah, karena masih banyak yang mampu yang ingin kuliah disini.” Mendengar hal tesebut Rama pun berpikir, haruskah hanya orang yang mempunyai kedudukan saja yang bisa menuntut ilmu? Haruskah orang yang memiliki materi yang bisa untuk kuliah? Apakah di negeri ini tak ada lagi keadilan yang bisa diberikan sedikit saja kepada rakyat jelata?
             Setahun setelah kejadian tersebut Rama pun hanya dapat menjadi guru privat matematika di desanya, karena pemerintah selalu berpihak kepada yang memiliki kedudukan saja. Hanya kepada rakyat bonafit saja. Inikah yang dikatakan merdeka? Apakah ini yang disebut kesatuan dan sama rasa? Sesungguhnya rakyat Indonesia masih dijajah. Dijajah oleh kemiskinan. Tetap ditindas oleh para pemimpin yang telah bertransformasi menjadi tikus-tikus Negara. Bukan hanya dalam bidang pemerintahan namun dalam bidang pendidikan pun dijadikan lahan bisnis baginya. Ini sama artinya Indonesia merdeka dalam kemiskinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar