Aku berpikir bahwa hidupku akan membaik. Jauh lebih baik dari sebelumnya. Sedikit lagi lebih dekat, lebih dekat lagi dengan impianku, cita-citaku.
Masuk ke fakultas yang aku idamkan sejak kecil sebuah anugerah besar. Namun seperti kata pepatah, hidup tanpa masalah bagaikan sayur tanpa garam.
Kini aku mulai tau bagaimana yang namanya masalah.
Mungkin semenjak aku dalam kandungan mamaku aku sudah menjadi masalah. Masalah yang bisa saja membahayakan hidup mamaku. Tapi pepatah kashi ibu sepanjang masa itubenar. Meskipun saat mengandung aku hidupnya akan terancam karena tumornya tapi Ia tetap mempertahanku. Mulai dari kejadian itu pun aku sudah menyadari hidupku tidak aka pernah berjalan mulus. Masalah, masalah dan masalah akan selalu datang silih berganti bahkan terkesan tumpang tindih.
Baru-baru ini aku mendapat masalah. Bukan dengan pacar, karena jujur saja sudah hampir 3 tahun jomblo. Bukan juga tentang PDKT-an, karena jujur saja tidak ada 1cowok pun yang mendekatiku.
Teman. Ini masalah tentang aku dan teman dekatku di kampus. Berawal entah dari mana, mungkin sudah terlalu banyak kejadian bahkan masalah yang sudah aku lakukan. Dia semakin hari semakin menjauhi, semakin mengabaikanku. Aku bertanya padanya, awalnyadia mengatakan tidak apa-apa. Aku mulai menjalani hidup sendiri tanpa teman dekat di kampus. Semakin hari semakin menyiksaku. Aku memberanikan diri kembali untuk menanyakannya, namun aku mendapatkan informasi dari teman yang baru-baru ini dekat dengannya, sebut saja T. T mengatakan teman dekatku menjauhiku karena keras kepalaku. Dari dulu sifat naturalku itulah yang sulit aku ubah. Berulang kali aku putus dan pacaran lagi hanya karena sifat ku ini. Tidak ada hubungan yang kujalani betahan lebih dari 1bulan.
Aku sudah berusah, sangat berusaha mengubahnya. Karena aku tidak ingin kejadian itu terlulang lagi.
Namun saat aku masih belajar untuk mengubahnya dan memperbaiki semuanya, teman dekatku ini sudah mulai muak dengan sifat naturalku ini. Dia pun mulai mengambil tindakan untuk menjauhiku. Dan bodohnya aku baru menyadarinya saat semuanya rusak. Menyesal? Tidak. Kecewa? Iya. Aku kecewa bukan dengam teman dekatku, bukan juga dengan si T. Aku kecewa dengan diriku sendiri.
Kenapa disaat teman dekatku memberikanku kesempatan untuk mengubah sifat naturalku, aku malah lengah. Tidak sungguh-sungguh.
Aku kecewa, kenapa selama bertahun-tahun sifat inu masih saja melekat erat dengan diriku.
Seseorang mengatakan padaku, jika ingin semuanha berjalan baik-baik saja, ubah dulu yang buruk.
Sudah. Aku sudah berusaha. Aku sudah belajar untuk merubahnya. Mungkin belum sempurna. Namun aku ingin bertanya, apakah didunia ini ada yang sempurna? Apakah ada yang dapat merubah sifat naturalnya 100%? Mengubah 100% sifat natural seseorang itu sama saja seperti memaksa ikan untuk hidup di darat. Tidak ada seorang pun yang dapar mengubah 100% sifat natural orang lain. Namun hanya dapat memperbaiki dan menempatkannya di tempat dan waktu yang pas. Mungkin hal memperbaiki inilah yang belum dapat aku lakukan untuk diriku sendiri agar tidak menyakiti yang lain.
Tapi bukankah di dalam pertemanan yang sehat, bukan harus menuntut kesempurnaan perubahan sifat natural seseorang yang buruk untuk menjadi 100% baik, namun pertemanan itulah yang dapat membuat ketidaksempurnaan bahkan keburukan itu menjadi 100% lebih baik lagi karena dapat menerima dan memahami satu sama lain.
Jika kita masih terus berlari dan mencari teman yang sempurna dan 100% baik seturut kehendak kita, itu tidak akan pernah terjadi. Sampai kapan lari terus? Tidakkah kau akan lelah?
Meskipun memang sifat naturalku ini sangat sulit ku ubah, tapi aku percaya suatu saat nanti ada seorang teman yang dapat menerimanya dan dia yang membuat keburukkanku ini menjadi 100% baik dalam pertemanan kami.
Selama dunia masih berputar, tidak akan ada yang sempurna seturut kehendak kita. Karena setiap manusia memiliki tingkat kesempurnaan masing-masing.
Sekian dari Tinneke. Selamat malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar